Kecenderungan utama yang tampak dalam proses dakwah hingga saat ini masih ditekankan pada penyampaian materi keberagamaan secara linear (satu arah) dan tekstual semata. Karenanya, jika knowing, doing, dan being keberagama-an berikut potensinya di kalangan umat belum berkembang secara maksimal dapat dengan mudah dimaklumi. Kompetensi dan potensi untuk belajar dan melaksanakan perintah agama memang berkembang, tetapi belum sepenuhnya. Sendi-sendi keber-agamaan bisa saja dipahami secara baik, akan tetapi bisa saja dalam hal praksisnya masih terdapat sejumlah hal yang perlu menjadi perhatian bersama. Pemahaman terhadap sendi-sendi keber-agama-an jelas tidak menuntut adanya kreativitas, tetapi kreativitas itu diperlukan dan relevan dalam upaya dan cara membumikannya agar umat memiliki kesadaran sepenuhnya dalam ber-Islam. Dengan demikian, logika berpikir umat pun diharapkan akan berkontribusi positif dalam meneguhkan dan menegakkan keimanan dan ketaqwaan mereka.
Dakwah yang selalu terpusat pada posisi para da’i atau ustadz memang menjadi suatu hal yang tidak bisa dihindarkan. Tetapi, membiarkan dan melanggengkan umat hanya sebagai penerima pasif semua informasi keber-agama-an yang disampaikan, meniscayakan bias tertentu. Situasi semacam itu akan lebih terasa tatkala secara kultural kita menyadari bahwa konstelasi kehidupan kita secara keseluruhan tengah dan akan terus berubah.