Pendidikan sudah menjadi bagian integral, tidak bisa dipisahkan dari kehidupan Muhammadiyah. Sejak berdirinya, Muhammadiyah telah concern dalam bidang enlightenment, pencerdasan dan pencerahan umat Islam, agar tidak dipecundangi umat lain, tidak kalah dalam persaingan, dan terdorong untuk senantiasa merebut kembali masa depan. Jadi, kalau belakangan ini, dalam Muhammadiyah, begitu santer terdengar wacana gerakan ilmu, tentu itu tidak terlalu mengagetkan. Memang, sejak dulu Muhammadiyah ingin menjadikan umat Islam cerdas, well enlightened, sehingga diperhitungkan di pentas global.
Saat ini, Muhammadiyah telah genap memasuki usia seratus tahun. Menurut sebuah hadits, setiap melintasi seratus tahun usia zaman, lahirlah seorang pembaru alias mujaddid. Hampir semua cendekiawan dan ulama, tidak terkecuali di kalangan Muhammadiyah, sangat tahu itu. Adapun yang disebut mujaddid itu, tidak bisa lain, adalah mereka yang menguasai ilmu pengetahuan. Jika dalam usia seratus tahun sekarang ini, Muhammadiyah sampai teledor dan tidak menjadikan ilmu sebagai misi gerakannya, ia akan tergilas roda zaman. Alhasil, Muhammadiyah tidak akan mampu merespon problematika umat. Yang lebih mengerikan, seperti dilukiskan Buya Syafi’i, penyakit bangsa berupa ‘piawai merumuskan, tetapi gagal melaksanakan’ akan dengan mudah terjangkit di tubuh Muhammadiyah. Kekhawatiran ini cukup beralasan. Karena, dengan segala klaim besarnya, sampai batas lebih jauh Muhammadiyah merupakan bagian dari bangsa yang sakit ini.