Sebagai akademisi, penulis buku ini memang lebih banyak melakukan pendekatan teoritis dan empiris. Namun, hal itu justru menguatkan pemahaman pembaca akan dampak terjadinya krisis. Lihat saja, misalnya, pada tujuh bagian yang dibahas dalam buku ini, seperti krisis perbankan 1997-1998, krisis keuangan AS pada 2010-2011 hingga krisis Eropa saat ini menjadi perhatian utama dalam buku ini.
Namun, penulis buku ini memahami bahwa betapapun hebatnya sebuah negara tetap rentan terhadap krisis. Ada beberapa indikator ekonomi yang dilihat, misalnya, Indonesia rentan terhadap goncangan harga minyak, pangan dan perdagangan.
Bahkan, penulis menilai, satu hal yang jelas atau dapat dikatakan satu pelajara penting dari pengalaman dua kali terkena krisis ekonomi serius, ternyata Indonesia sangat rentan terhadap setiap tipe atau bentuk goncangan ekonomi, baik yang menurut sumbernya berasar dari dalam negeri, seperti krisis keuangan Asia 1997-1998, maupun dari sumber eksternal seperti krisis ekonomi global 2008-2009 yang berasal dari krisis keuangan besar di Amerika Serikat (AS).
Karena itu, baik pemerintah pusat (tingkat nasional) maupun pemerintah daerah (tingkat provinsi) memerlukan sistem proteksi dini krisis ekonomi dan iystem monitor kerentanan ekonomi, khususnya di tingkat provinsi atau kebupaten/kota. Jadi, diperlukan sejumlah indikator yang dapat dimonitor secara terus menerus untuk melihat tingkat kerentanan suatu wilayah terhadap krisis ekonomi.