Mengapa jumlah NGO cenderung bertambah? Berapa jumlahnya sekarang? Apa yang membedakan antara suatu NGO dengan NGO lainnya? Bagaimana hubungan (masing-masing) NGO dengan Pemerintah, dan juga dengan pihak donor? Daftar pertanyaan itu bisa lebih panjang lagi, mengingat isu NGO kini telah menjadi bagian inheren dalam agenda wacana pembangunan internasional.

Ketika wacana pembangunan dan kebijakan pembangunan yang mutakhir menempatkan komunitas NGO sebagai agen pembangunan dan agen demokratisasi, isu di seputar eksistensi NGO pun mengemuka melalui agenda tentang demokratisasi tata pemerintahan. Bahkan, kebijakan pembangunan internasional menempatkan reformasi tata pemerintahan, khususnya pada sektor pemerintah di negara-negara berkembang, sebagai prasyarat untuk keberhasilan pembangunan ekonomi. Peran dan jumlah NGO yang semakin meningkat, dan tuntutan reformasi tata pemerintahan seakan menjadi sokoguru dari upaya penciptaan tata pemerintahan demokratis baik sebagai prasyarat pembangunan berkelanjutan maupun sebagai tujuan dari pembangunan itu sendiri.

Buku ini mengulas hubungan NGO-Pemerintah di Indonesia selama tahun 1966-2001, dengan isu tentang pengembangan tata pemerintahan yang demokratis. Di tengah bergantinya rezim-rezim pemerintahan di Indonesia pada periode tersebut, penulis berusaha menyajikan perkembangan NGO beserta isu-isu tentang kapasitas NGO yang menyertainya; dan memetakan pola-pola dominan dari hubungan NGO-Pemerintah yang merentang dari bentuk kerja sama hingga kooptasi. Di samping itu, dengan mengambil dua studi kasus yakni Program JPS (Jaring Pengaman Sosial) dan PKM (Program Keberdayaan Masyarakat dalam buku ini digambarkan dinamika peran, kebijakan, intensitas hubungan tiga pihak yakni pihak donor, NGO, dan pemerintah pada tingkat implementasi kebijakan.